FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
Pengertian
Filsafat
Filsafat
adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup
seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan
yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang
sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Pengertian
Pendidikan
i.
Pengertian Pendidikan
Secara Umum
Dalam bahasa Inggris, pendidikan berasal dari kata education.
Sedangkan dalam bahasa latin, pendidikan berasal dari kata educatum, di mana
kata ini tergabung atas kata 2 kata yaitu E dan Duco, E artinya adalah
perkembangan dari luar ke dalam, dan perkembangan dari sedikit menuju banyak,
sedangkan Duco artinya adalah sedang berkembang. Dari sinilah, pendidikan bisa
juga disebut sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan diri.
Secara umum, pendidikan diartikan sebagai sebuah usaha sadar,
real, dan direncanakan dalam sebuah proses belajar dan mengajar untuk
mewujudkan kualitas diri peserta didik yang secara aktif mampu mengembangkan
potensi di dalam diri agar mereka mempunyai pondasi kuat dalam beragama,
berkepribadian baik, cerdas, memiliki pengendalian diri, memiliki pemikiran
yang kritis dna dinamis, bertanggung jawab, dan memiliki keterampilan aktif
yang diperlukan, baik bagi dirinya sendiri maupun masyarakat. Sedangkan menurut
kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui
sebuah pengajaran dan pelatihan.
ii.
Menurut para ahli
Ki Hajar Dewantoro yang lebih akrab
dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, mengemukakan bahwa pengertian
pendidikan adalah tuntunan tumbuh dan berkembangnya anak. Artinya, pendidikan
merupakan upaya untuk menuntun kekuatan kodrat pada diri setiap anak agar mereka
mampu tumbuh dan berkembang sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat
yang bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup mereka.
iii.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi di dalam diri untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
A. Pengertian Filsafat
Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan
aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971) .
Menurut Al-Syaibany filsafat
pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat
menjadi sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses
pendidikan. Artinya Filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan
maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya.
Filsafat pendidikan juga bisa didefenisikan sebagai
kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek
pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip
dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan
persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Menurut John Dewey, fisafat pendidikan
merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang
menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju
tabiat manusia. Sementara menurut Thopmson, filsafat artinya melihat suatu
masalah secara total dengan tanpa ada batas atau implikasinya; ia tidak hanya
melihat tujuan, metode atau alat-alatnya, tapi juga memiliki dengan sama
hal-hal yang dimaksud. Keseluruhan masalah yang dipikirkan oleh filosof tersebut
merupakan suatu upaya untuk menemukan hakekat masalah, sedangkana suatu hakekat
itu dapat dibakukan melalui proses kompromi. (Ali, 1987)
Menurut Imam Barnadib filsafat pendidikan
merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan baginya filsafat pendidikan
merupakan aplikasi suatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan.
Sedangkan menurut seorang ahli filsafat Amerika, Brubachen (Ali, 1987) ,
filsafat pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta didepan seekor kuda,
dan filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan.
Filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan
karena punya kaitan dengan filsafat umum. Kendati kaitan ini tidak penting,
tapi yang terjadi ialah, suatu keterpaduan antara pandangan filosofis dengan
filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan
dalam segala tahap.
Pendidikan adalah
upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik
potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat
berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita
kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam
keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan.
Dari pengertian
yang dikemukakan oleh beberapa ahli maka dapat di tarik bahwa filsafat
pendidikan adalah sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan
merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma dan ukuran tingkah laku perbuatan yang
sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.
B. Ruang Lingkup Bahasan
Filsafat dan Filsafat Pendidikan
Ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan pemikiran
manusia yang komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada
(nyata), baik material konkret maupun nonmaterial (abstrak). Jadi, objek filsafat
itu tidak terbatas (Syam, 1988) .
Secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran
filsafat yaitu permasalahan kehidupan manusia, alam semesta, dan alam
sekitarnya, juga merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Namun secara
mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
1) Merumuskan secara tegas
sifat hakikat pendidikan (the natureof education);
2) Merumuskan sifat
hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nature of man);
3) Merumuskan secara tegas
hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan;
4) Merumuskan hubungan
antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan;
5) Merumuskan hubungan
antara filsafat Negara (ideology), filsafat pendidikan dan politik pendidikan
(system pendidikan);
6) Merumuskan system nilai
norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Kesimpulannya, yang menjadi ruang lingkup filsafat
pendidikan adalah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk
mengerti dan memahami hakekat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan
bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu
dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
Memperhatikan tujuan atau ruang lingkup filsafat yang
begitu luas, maka para ahli pun membatasi ruang lingkupnya. Menurut Will Durant
(Ali, 1987) ,
ruang lingkup studi filsafat itu ada lima: Logika, estetika, etika, politik,
dan metafisika.
Sebagaimana filsafat umum, filsafat pendidikan juga
memiliki beberapa sumber; ada yang tampak jelas dan ada yang tidak jelas.
Sumber-sumber primer dari filsafat hidup dan filsafat pendidikan : manusia,
Sekolah, dan Lingkungan.
Menurut Will Durant (Ali, 1987)
ruang lingkup studi filsafat itu ada lima: logika, estetika, etika, politik dan
metafisika.
1) Logika. Studi mengenai
metode-metoe ideal mengenai berpikir dan meneliti dalam melaksanakan observasi,
introspeksi, dedukasi dan induksi, hipotensis dan analisis eksperimental dan
lain-lain, yang merupakan bentuk-bentuk aktivitas manusia melalui upaya logika
agar bisa dipahami.
2) Estetika. Studi tentang
bentuk dan keindahan atau kecantikan yang sesungguhnya dan merupakan filsafat
mengenai kesenian.
3) Etika. Studi mengenai
tingkah laku yang terpuji yang dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang nilainya
tinggi. Menurut sacrotes, bahwa etika sebagai pengetahuan tentang baik, buruk,
jahat dan mengenai kebijaksanaan hidup.
4) Politik. Suatu studi
tentang organisasi sosial yang utama dan bukan sebagaimana yang diperkirakan
orang, tetapi juga sebagai seni pengetahuan dalam melaksanakan pekerjaan
kantor. Politik merupakan pengetahuan mengenai organisasi sosial seperti
monarki, aristokrasi, demokrasi, sosialisme, markisme, feminisme, dan
lain-lain, sebagai ekspresi actual filsafat politik.
5) Metafisika. Suatu studi
mengenai realita tertinggi dari hakikat semua benda, nyata dari benda (ontologi) dan
dari akal pikiran manusia (ilmu jiwa filsafat) serta suatu studi mengenai
hubungan kokoh antara pikiran seseorang dan benda dalam proses pengamatan dan
pengetahuan.
Menurut Imam Barnadib, filsafat sebagai ilmu yang
mempelajari objek dari segi hakikatnya, memiliki beberapa problema pokok,
antara lain: realita, pengetahuan dan nilai.
i.
Realita, yakni kenyataan yang selanjutnya mengarah kepada kebenaran, akan
muncul bila orang telah mampu mengambil konklusi bahwa pengetahuan yang
diperoleh tersebut memang nyata. Realita dibagi oleh matafisika;
ii.
Pengetahuan, yakni yang menjawab pertanyaan-pertanyaan, missal apakah
pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan tersebut, dan
jenis-jenis pengetahuan. Pengetahuan dibagi oleh epistemologi;
iii.
Nilai, yang dipelajari oleh filsafat disebut aksiologi.
Pertanyaanpertanyaan yang dicari jawabannya, misalnya nilai yang bagaimana yang
diingini manusia sebagi dasar hidupnya.
Sebagai filsafat umum, filsafat pendidikan memiliki
beberapa sumber; ada yang tanpa jelas dan ada yang tidak jelas.
1) Manusia. Manusia
kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses kedewasaan atau
kematangan. Hal ini tentunya memiliki dampak yang signifikan bagi keyakinan
manusia sebagai individu. Orang tua, guru, teman, saudara kandung, anggota
keluarga, tetangga dan orang lain dalam masyarakat akan mempengaruhi pemikiran
dan tingkah laku individu. Macam-macam hubungan dan pengalaman di atas membantu
proses penciptaan sikap dan sistem keyakinannya.
2) Sekolah. Pengalaman
seseorang, jenis sekolah, dan guru-guru di dalamnya merupakan sumber-sumber
pokok filsafat pendidikan. Banyak orang yang telah memutuskan untuk berprofesi
sebagai guru karena mereka menyenangi sekolah, atau mungkin karena dipengaruhi
seseorang selama belajar disekolah. Sekolah telah mempengaruhi dan terus akan
mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
3) Lingkungan. Lingkungan
sosial budaya tempat seseorang tinggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain
dari filsafat pendidikan. Jika seseorang dibesarkan dalam masyarakat yang
menempatkan suatu nilai pendidikan yang tinggi hal ini akan mempengaruhi
filsafat pendidikan seseorang. Dengan demikian hubungan fisafat dan filsafat
pendidikan menjadi begitu penting. Karena masalah pendidikan merupakan masalah
hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama
proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam kontek ini, filsafat
pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas menyangkut seluruh aspek
hidup dan kehidupan manusia.
C. Hubungan Filsafat
dengan Filsafat Pendidikan
Filsafat yang dijadikan pandangan hidup oleh suatu
masyarakat atau bangsa merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek
hidup dan kehidupan bangsa, termasuk aspek pendidikan. Filsafat pendidikan yang
dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa.
Sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan dan
mewariskan nilai-nilai filsafat itu sendiri. Pendidikan sebagai suatu lembaga
yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem-sistem norma tingkah laku yang
didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung lembaga pendidikan dan
pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin upaya pendidikan dan proses
tersebut efektif, dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan ilmiah sebagai
asas normative dan pedoman pelaksanaan pembinaan (Syam, 1988) .
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori
pendidikan:
i.
Filsafat, dalam arti filosofis, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai
dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan
oleh para ahli.
ii.
Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada
menurut aliran filsafat tertentu yang memilki relevansi dengan kehidupan yang
nyata.
iii.
Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi
ilmu pendidikan.
1.
Filsafat Pendidikan di Indonesia
Pancasila merupakan dasar negara yang membedakan suatu
bangsa dengan bangsa lain, sedangkan filsafat adalah berpikir secara mendalam
dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat
pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan berdasarkan
filsafat. Jika kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan,
ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan bahwa Pancasila
adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk menerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan pemikiran yang
sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai pancasila itu dapat
dilaksanakan. Dalam hal ini, tentu pendidikanlah yang mempunyai peran utama.
Pancasila sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan
di Indonesia ditegaskan dalam TAP MPR RI No. 11/ MPR/ 1988 bahwa dasar
pendidikan adalah Pancasila. Juga ditegaskan dalam UUSPN No.2 Tahun 1989, bahwa
pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan yang
diselenggarakan atas dasar falsafah hidup bangsa dikenal sebagai pendidikan
nasional.
Pancasila sebagai konsep filsafat memiliki nilai-nilai
luhur yang menjiwai kehidupan bangsa Indonesia, karena didalamnya mengandung
muatan-muatan filosofis yang dapat dikaji dan diyakini kebenarannya.
1) Pancasila
dan metafisika
Bangsa Indonesia meyakini adanya Tuhan YME sebagai
causa prima. Keyakinan ini menjadi pondasi terhadap seluruh perilaku bangsa
Indonesia untuk kehidupan bernegara.
2) Pancasila
dan epistemologi
Salah satu pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945
adalah Negara hendaknya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pokok
pikiran ini mengandung makna bahwa Negara berupaya meningkatkan keadilan,
kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di segala bidang. Semuanya harus
didukung melalui pengembangan ilmu pengetahuan.
3) Pancasila
dan aksiologi
Ilmu dan teknologi merupakan pondasi suksesnya
pembangunan. Namun sukses tersebut memerlukan disiplin dari manusianya. Nilai
dasar pancasila adalah kemerdekaan seperti tercantum pada alinea 3 pembukaan
UUD 1945. Nilai kemerdekaan sebagai modal dasar bangsa Indonesia untuk lebih
maju dalam keadilan dan kemakmuran rakyat.
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
A.
Filsafat Pendidikan Matematika
Filsafat ilmu
pendidikan dalam arti luas menurut Mudyahardjo (2004) dapat dibedakan menjadi
dua macam, yakni:
a.
Analisis secara menyeluruh dan kritis tentang bagaimana seharusnya
pendidikana dilaksanakan.
b.
Analisis secara mendalam dan menyeluruh tentang pendidikan dan
konsep-konsep psikologi pendidikan yang berkaitan dengan teori-teori
belajar,pengukuran pendidikan, prosedur pembuatan kurikulum, dst.
Filsafat pendidikan matematika merupakan salah satu cabang filsafat
pendidikan, yang mana didalamnya menelusuri dan menyelidiki hakekat pelaksanaan
pendidikan matematika, yang berkesinambungan dengan tujuan, latar belakang,
serta kegunaanya.
Filsafat
pendidikan matematika dapat dibedakan dalam tiga kategori, yakni:
1.
Ontologi Ilmu Pendidikan Matematika
Ontologi adalah
cabang filsafat yangmembahas tenatng realitas, yaitu kenyataan yang menjurus
pada suatu kebenaran (Abdullah dan Jalaluddin, 2012) .
Apabila
disangkutkpautkan dengan pengertian diatas, maka Ontologi pendidikan matematika
adalah hakikat yang ada dalam matematika atau yang ada dibalik matematika
secara menyeluruh. Ontologi pendidikan matematika terdiri dari :
a.
Karakteristik Pendidikan Matematika
Ø Memiliki kajian
yang bersifat abstrak
Bersifat
abstrak karena objek matematika adalah objek mental dan pikiran (Soedjadi, 2000) . Sehingga objek
kajian disekolah adalah berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip.
Fakta adalah
kesepakatan atau konvensi dalam matematika, seperti istilah, notasi, dan
lambang. Contoh notasi 2 < 3,
mengungkapkan fakta bahwa bilangan dua lebih kecil atau lebih sedikit
dari bilangan tiga.
Konsep adalah
ide yang memungkinkan untuk ide itu dapat digunakan atau tidak, konsep ini
dipelajari melalui definisi. Contoh konsep sebuah lingkaran didefinisikan
sebagai kumpulan titik-titik pada bidang datar yang berjarak sama terhadap
suatu titik tertentu (titik pusat).
Operasi
merupakan suatu keterampilan dalam matematika berupa kemampuan pengerjaan dengan
prosedur-prosedur tertentu. Contoh , perkalian
tersebut dapat dioperasikan dengan melakukan prosedur penjumlahan 3 sebanyak 2
kali, maka .
Prinsip adalah
hubungan antara beberapa objek dasar matematika, sehingga terdiri dari beberapa
fakta, konsep, dan dikaitkan oleh suatu operasi. Prinsip disini, berupa
aksioma, teorema, sifat, dll. Contoh luas suatu persegi panjang merupakan hasil
kali dari panjang dan lebarnya , hal tersebut
merupakan suatu prinsip dengan konsep persegi panjang, dan dinotasikan dengan p
untuk panjang dan l untuk lebar, dengan operasi perkalian.
Ø Mangacu pada
kesepakatan
Fakta
matematika merupakan hasil kesepakatan, sehingga kesepakatan tersebut menjadi
sebuah pembahasan yang mudah dikomunikasikan.
Ø Mempunya pola
pikir deduktif
Pola pikir
deduktif didasarkan pada urutan kronologis dari pengertian pangkal, aksioma
(postulat), definisi, sifat-sifat, dalil-dalil (rumus-rumus) dan penerapannya
dalam matematika sendiri atau dalam bidang lain dan kehidupan sehari-hari. Pola
pikir deduktif adalah pola pikir yang didasarkan pada hal yang bersifat umum
dan diterapkan pada hal yang bersifat khusus, atau pola pikir yang didasarkan
pada suatu pernyataan yang sebelumnya telah diakui kebenarannya.
Ø Konsisten dalam
sistemnya
Dalam suatu
sistem matematika berlaku hukum konsistensi atau ketaatazasan, artinya tidak
boleh terjadi kontradiksi di dalamnya. Konsistensi ini mencakup dalam hal makna
maupun nilai kebenarannya.
Ø Memiliki simbol
kosong dari arti
Matematika
memiliki banyak simbol. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk kalimat
matematika yang dinamai model matematika. Secara umum simbol dan model
matematika sebenarnya kosong dari arti, artinya suatu simbol atau model
matematika tidak ada artinya bila tidak dikaitkan dengan konteks tertentu.
Contoh: Simbol x tidak ada artinya. Bila kemudian kita menyatakan bahwa x
adalah bilangan bulat, maka x menjadi bermakna, artinya x
mewakili suatu bilangan bulat.
Ø Memeperhatikan
semesta pembicaraan.
Karena
simbol-simbol dan model-model matematika kosong dari arti, dan akan bermakna
bila dikaitkan dengan konteks tertentu maka perlu adanya lingkup atau semesta
dari konteks yang dibicarakan. Lingkup atau semesta dari konteks yang
dibicarakan sering diistilahkan dengan nama semesta pembicaraan. Ada-tidaknya
dan benar-salahnya penyelesaian permasalahan dalam matematika dikaitkan dengan
semesta pembicaraan. Bila dijumpai model matematika , kemudian akan
dicari nilai x, maka penyelesaiannya tergantung pada semesta
pembicaraan. Bila semesta pembicaraannya himpunan bilangan bulat maka tidak ada
penyelesaiannya. Mengapa? Karena tidak ada bilangan bulat yang bila dikalikan 4
hasilnya 10. Bila semesta pembicaraannya bilangan rasional maka penyelesaian
dari permasalahan adalah
b.
Objek Pendidikan Matematika
Menurut Gagne,
secara garis besar ada dua macam objek yang dipelajari dalam matematika, yaitu:
Ø Objek langsung,
yakni fakta (abstrak), konsep, operasi/keterampilan dan prinsip.
Ø Objek tak langsung,
yakni meliputi kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah,
kemampuan berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian,
ketekunan, kedisiplinan, dan ha lain yang secara implisit akan dipelajari jika
mempelajari matematika
c.
Sejarah pengembangan pendidikan matematika
2.
Epistimologi Ilmu Pendidikan Matematika
Epistimologi
adalah pengetahuan yang mengkaji pertayaan-pertanyaan seperti apakah
pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis
pengetahuan itu sendiri (Abdullah dan Jalaluddin, 2012) .
Sehingga
apabila dikaitkan dengan pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa
epistimologi pendidikan matematika merupakan suatu pengetahuan yang mana
didalamnya menggali tentang bagaimana cara memperoleh pengetahuan matematika,
apa saja sumber-sumber pendidikan matematika, dst.
Sehingga
Epistemologi pendidikan matematika dapat diklasifikasikansebagai berikut:
c.
Metode Pendidikan Matematika
Metode
pendidikan matematika adalah teknik penyampaikan dalam kegiatan belajar
mengajar yang harus dikuasai pengajar untuk menyajikan bahan pelajaran kepada
peserta didiknya. Adapun metode yang lazim digunakan dalam pendidikan
matematika yaitu seperti metode ceramah, metode ekspositori, metode demonstrasi,
metode drill atau latihan, metode tanya jawab, metode inkuiri, metode
discovery, metode pemberian tugas, dan metode permainan (untuk tingkat
tertentu).
d.
Alat Pengembangan Pendidikan Matematika
Alat
pengembangan pendidikan matematika adalah suatu media yang digunakan pengajar
dalam proses mengajar dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan semangat
belajar siswa agar pembelajaran semakin efektif. Alat pengembangan pendidikan
matematika meliputi software dan hardware yang berfungsi sebagai alat belajar dan alat
bantu belajar. Menurut Vernon S. Gerlack dan Donald P Hardware adalah the
materials and equipment which store and for transmit instructional stimuli or
content. Sedangkan, Software adalah the stimuli (content) which
are stored and transmitted (Darhim, 1983) . Yang mana Hardware
sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu multimedia dan alat peraga,
peralatan multimedia seperti: overhead
proyektor, LCD, Komputer, Powerpoint, Video animasi, dsb. Sedangkan
peralatan alat peraga seperti: loncat kakat, menara hanoi, sesatan hexagon,
dll. Sedangkan Software merupakan informasi atau cerita yang terdapat
dalam overhead proyektor tersebut.
e.
Sumber-sumber dan Batas-batas Pengembangan Pendidikan Matematika
Sumber
pembelajaran merupakan sarana dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pengembangan sumber pembelajaran yang
dimaksud setidaknya mencakup beberapa hal berikut.
i.
Sumber belajar dibuat dan disajian sedemikian rupa sehingga mudah
dipahami dan ringan untuk dilakukan;
ii.
Sumber belajar harus disesuaikan dengan kondisi siswa dan
lingkungan sekolah
Sedangkan untuk batasan pengembangan pendidikan matematika yakni
adalah seperti apa yang tercantum dalam GBPP(Garis-garis Besar Program
Pengajaran).
3.
Aksiologi Ilmu Pendidikan Matematika
Ilmu merupakan
sesuatu yang paling penting bagi manusia karena dengan ilmu semua keperluan dan
kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan
merupakan kenyataan yang tidak bisa di pungkiri bahwa peradaban manusia sangat
beruntung kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal
memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang
sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan
lainnya seperti transportasi, komunikasi dan lainnya. Singkatnya ilmu merupakan
sarana yang untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidup.
Beberapa
definisi tentang aksiologi diataranya:
a.
Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai
dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. (Salam, 1997) .
b.
Sedangkan aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S.
Suriasumantri Filsafat Ilmu sebuah
pengantar Populer bahwa aksiologi di artikan sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. (Suriasumantri) .
c.
Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian, pertama, moral
conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni
etika. Kedua, Esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini
melahirkan keindahan. Ketiga, sosio – political life,yaitu kehidupan sosial
politik yang akan elahurkan filsafat sosio-politik.
Secara filsafat,
aksiologi pendidikan matematika, dapat kita kaji berdasarkan tujuan
pembelajaran matematika di sekolah, antara lain :
a. Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran
pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika.
c. Memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah/
e. Memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Dari lima tujuan pembelajaran matematika di sekolah tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa nilai dari pembelajaran matematika adalah pembentukan
karakter/ kepribadian seseorang berpikir matematis.
Salah satu contoh dari
aksiologi pendidikan matematika adalah pendidikan matematika yang bertujuan
untuk pembentukan karakter salah satunya karakter disiplin.
Aksiologi pendidikan
matematika terdiri dari:
a.
Pembenaran Pendidikan Matematika
Dalam kamus umum bahasa Indonesia menurut
Purwadarminta ditemukan arti pembenaran diantaranya yaitu keadaan sesuatu yang benar,
dan sungguh-sungguh ada. Pembenaran adalah kenyataan yang benar-benar
terjadi. Pernyataan ini pasti, dan tidak dapat dipungkiri lagi. Pembenaran
ialah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Pengetahuan yang benar
adalah pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya.
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan
sekelompok orang yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.
Matematika berarti ilmu pengetahuan
yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan
dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau
hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang
berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.
b.
Prinsip-prinsip Pengembangan
Pendidikan Matematika
Pendidikan
matematika di Indonesia berkembang sejalan dengan perkembangan pendidikan
matematika dunia. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses pembelajaran di
kelas, selain dipengaruhi adanya tuntutan sesuai perkembangan teknologi dan
ilmu pengetahuan juga seringkali diawali adanya perubahan pandangan tentang
hakekat matematika serta pembelajarannya. Perubahan pandangan tentang hakekat
matematika dapat mendorong terjadinya perubahan substansi kurikulum. Sementara
itu perubahan pandangan tentang pembelajaran matematika sangat dipengaruhi oleh
terjadinya perkembangan mengenai teori belajar baik yang bersifat umum maupun
yang khusus berkaitan dengan belajar matematika. Walaupun perubahan
pembelajaran matematika saat ini terjadi secara pelan-pelan, akan tetapi
upaya-upaya untuk memperbaiki kualitasnya sesuai perkembangan yang terjadi di
dunia mulai dilakukan sekalipun masih bersifat terbatas. Bagian ini memuat
uraian tentang beberapa hal yang berkaitan dengan pendidikan matematika
khususnya di Indonesia. Uraian tersebut antara lain meliputi perkembangan
kurikulum matematika sekolah di Indonesia, pembelajaran matematika masa kini,
pengembangan kemampuan berpikir matematik, dan beberapa pendekatan pembelajaran
matematika kontemporer yang banyak diadaptasi dalam proses pembelajaran
matematika di Indonesia.
Ø Perkembangan
Kurikulum Matematika Sekolah
Terdapat
dua prinsip dalam pengembangan kurikulum, yakni pertama prinsip umum yang
meliputi prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, evektivitas,
dan integritas. Dan kedua prinsip khusus yakni prinsip yang berkenaan dengan
tujuan pendidikan, pemilihan isi pendidikan, proses belajar mengajar, pemilihan
media, dan pemilihan kegiatan penilaian. Adapun model-model dalam pengembangan
kurikulum diantaranya adalalah model the administrative model, the grass
roots model, taba’s inverted model, beauchamp’s system, the demonstration
model, roger’s interpersonal relations model, dan systematic action-research
model. (Jihad, 2017)
PERJALANAN
KURIKULUM MATEMATIKA
Tahun
|
Ciri-ciri Kurikulum
|
Materi Matematika
|
1968
|
1. Lebih mengutamakan hafalan yang
sifatnya mekanis daripada pengertian.
2. Diutamakan pengerjaan soal-soal
latihan guna meningkatkan daya ingat akan rumus-rumus.
3. Menggunakan teori belajar
Skinner,
|
a. Pengajaran geometri, penekanan
lebih diberikan pada keterampilan berhitung
b. materi peljaran matematika yang
lain lebih menekankan pada penggunaan rumus-rumus bukan bagaimana rumus-rumus
tersebut diperoleh
|
1975
|
1. Pengajaran lebih menekankan
pada pengertian, dan berpusat pada siswa.
2. Soal-soal bersifat pemecahan
masalah daripada rutin.
3. Menggunakan teori beljar Piaget
dan Brunner
|
a. Geometri bidang dan Ruang
b. Statistika dan probabilitas
c. Relasi
d. Sistem numerasi kuno
e. Penulisan lambang bilangan
non-desimal
|
1984
|
Memiliki ciri yag sama dengan
kurikulum tahun 1984
|
Materi pengenalan kalkulator,
muali diberikan.
|
1994
|
Menggunakan kembali teori Skinner
di SD, dan Piaget dan Brunner di SMP dan SMA
|
SD : berhitung, pengantar aljabar,
geometri pengukuran, pengantar statistik. SMP : aritmatika, aljabar, peluang,
geometri, dan statistika. SMA : pengenalan teori graf.
|
2002
|
Pembelajaran lebih menekankan pada
kemampuan pemecahan masalah dan berpusat pada siswa sebagai pengembang
pengetahuan
|
SMA : aljabar, geometri dan
pengukuran, trigonometri, peluang dan statistika, logika matematika.
Sedangkan SD dan SMP masih materi
yang sama dengan kurikulum 1994.
|
2006
|
Pembelajaran digunakan dengan
metode belajar yang bervariasi.
|
Materi pelajaran masih sama sepeti
pada kurikulum 2002.
|
2013
|
Tiap mata pelajaran mendukung
semua kompetensi dan diajarkan dengan pendekatan saintifik
|
Materi pelajaran masih sama
seperti pada kurikulum 2002.
|
c.
Aliran Pengembangan Pendidikan Matematika
Dalam subbab sebelumnya
telah dibahas mengenai aliran fislafat matematika, yaitu aliran absolutisme dan
platonisme. Pada subbab ini sama halnya dengan aliran filsafat matematika
sebelumnya, filsafat pendidikan matematika memiliki beberapa aliran, yakni:
1.
Konvensionalisme
Pandangan
pengikut aliran konvensionalis menyebutkan bahwa pengetahuan matematika dan
kebenaran didasarkan pada konvensi (kesepakatan) linguistik. Atau lebih jauh
kebenaran logika dan matematika memiliki sifat analitis, benar karena ada
hubungan nilai dari makna istilah yang digunakan. Bentuk moderat dari
konvensionalisme seperti Quine (1936) atau Hempel (1945) menggunakan konvensi
linguistic sebagai sumber kebenaran matematika dasar yang menjadi landasan
konstruksi bangunan matematika. Bentuk konvensionalisme ini sedikit banyak sama
dengan ifthenisme.
Filasafat
matematika konvensionalis memiliki dua kritik, yaitu Pertama, aliran ini
tidak banyak memberikan informasi.
Terlepas dari penjelasan tentang sifat social matematika, konvensionalisme
hanya memberikan sedikit informasi. Kedua, penolakan dari Quine.
Penolakan Quine tidak memiliki alasan kuat karena penolakan itu tidak dapat
dikenakan pada bahasa asli dan dikenakan pada peran pembatas pada konvensi
umum. Sebaliknya dia benar dengan mengatakan bahwa kita tidak akan menemukan
semua kebenaran matematika dan logika yang dikemukakan secara literal seperti
aturan dan konvensi linguistik. Meskipun Quine mengkritik konvensionalisme
terkait dengan logika, dia memandang aliran ini memiliki potensi menjadi
filsafat matematika yang sedikit berbeda.
2.
Empirisme
Pandangan
empiris tentang pengetahuan matematika menyebutkan bahwa kebenaran matematika
adalah generalisasi empirik (pengamatan). Konsep empirik terbagi menjadi dua,
yaitu:
i.
Konsep matematika memiliki asal usul empirik.
ii.
kebenaran matematika memiliki dasar kebenaran empirik maka diambil
dari dunia nyata.
Konsep pertama
tidak dapat disangkal dan telah diterima oleh sebagian besar filsuf matematika
(sehingga banyak konsep tidak terbentuk secara langsung dari pengamatan tetapi
terdefinisi karena adanya konsep lain yang menyebabkan terbentuknya konsep dari
pengamatan melalui serangkaian definisi). Konsep yang kedua ditolak oleh semua
pihak kecuali penganut aliran empiris karena arahnya yang mengarah ke
ketidakjelasan. Penolakan pertama beralasan bahwa sebagian besar ilmu
matematika diterima dengan dasar alasan teoritis dan bukan empiris. Oleh karena
itu saya tahu bahwa 999.999 + 1 = 1.000.000 tidak melalui pengamatan
kebenarannya di dunia tetapi melalui pengetahuan teoritis saya tentang angka
dan penjumlahan.
Empirisme
terbuka untuk sejumlah kritik (Ernest, 1991) . Pertama, menurut Davis dan Hersh, 1980 ketika pengalaman kita
berlawanan dengan kebenaran matematika dasar, kita tidak akan menyangkalnya, kita
justru akan berasumsi bahwa mungkin ada kesalahan dalam penalaran kita karena
ada kesepakatan bersama tentang matematika sehingga kita tidak dapat menolak
kebenaran matematika. Oleh karena itu, “1 + 1 = 3” sangat jelas salah, bukan
karena jika seekor kelinci ditambahkan ke kelinci lainnya tidak dapat berjumlah
tiga kelinci tetapi dengan definisi “1 + 1” artinya “pengganti dari 1” dan “2”
adalah pengganti dari “1”. Kedua, matematika sangat abstrak dan begitu
banyak konsepnya tidak memiliki keaslian dalam pengamatan di dunia nyata.
Justru konsep tersebut didasarkan pada konsep yang sudah terbentuk sebelumnya.
Kebenarankebenaran tentang konsep seperti itu yang membentuk bangunan
matematika tidak dapat dikatakan berasal dari kesimpulan dari observasi dunia
luar. Ketiga, empirisme bisa dikritik karena terfokus secara eksklusif
(khusus) pada masalah-masalah pondasionis dan gagal menguraikan kecukupan
tentang pengetahuan matematika. Dengan dasar kritik ini kami menolak pandangan
empirik sebagai filsafat matematika yang tepat.
References
Abdullah dan Jalaluddin. (2012). Filsafat
Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Ali, H. (1987). Filsafat Pendidikan.
Yogyakarta: Kota Kembang.
Darhim. (1983). Media Pendidikan
Matematika untuk Guru dan Calon Guru Matematika. Bandung.
Ernest, P. (1991). The Phylosophy of
Mathematics Education. Francis: Routledge.
Jihad, A. (2017). Kurikulum dan
Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Cipta Persada.
Kneller, G. F. (1971). Introduction to
The Philosophy of Education. New York: Jhon Willey Sons Inc.
Salam, B. (1997). Filsafat Ilmu
Pengetahuan. Jakarta: Reneka Cipta.
Sisnandar. (2003). Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan
Matematika di Indonesia. Dirjen Pendidikan Tinggi.
Syam, M. N. (1988). Filsafat Pendidikan
dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.